Berada di Kawasan Pecinan di Bandung, Inilah Vihara Satya Budi

 Located in the Chinatown area in Bandung, This Is the Satya Budi Temple

sumber : google


Kota Bandung memiliki kawasan Pecinan memikat yang tersebar mulai dari Jalan Banceuy hingga Jalan Kelenteng. Suasana khas Tiongkok sangat terasa di daerah ini. Apalagi, vihara tertua di Bandung masih berdiri kokoh di sana.

Vihara tertua itu bernama Satya Budhi. Vihara ini terletak di Jalan Kelenteng Nomor 23A, satu kompleks dengan dua vihara lain, Vihara Samudra Bhakti dan ViharaBuddhagaya. Ketiga vihara ini dinaungi oleh Yayasan Satya Budhi.

Sejarah vihara ini berawal dari etnis Tionghoa yang hijrah ke Bandung usai perang Diponegoro (1825-1830). Alasan dibangunnya tempat ini karena selain menetap dan mencari nafkah, etnis Tionghoa membutuhkan tempat untuk berkumpul dan beribadah. Pembangunan vihara ini dipelopori oleh kapten Tan Yun Liong dengan cara mengumpulkan dana dari umat Buddha dan masyarakat. Tak tanggung-tanggung, Tan Yun Liong mendatangkan arsitek dan ahli sipil langsung dari China demi membangun tempat ini. Akhirnya pada tahun 1855, Kelenteng Hiap Thian Kong resmi didirikan.

Tahun 1965, ada larangan penggunaan nama Tionghoa di Indonesia. Oleh karena itu, vihara ini berganti nama menjadi Vihara Satya Budhi. Selain itu, penggunaan kata klenteng diubah menjadi vihara karena kebijakan pemerintah saat itu tidak mengakui adannya agama Konghucu. Namun saat ini, Vihara Satya Budhi menjadi tempat ibadah tiga agama, yakni Tao, Konghucu, dan Buddha.

Pada bangunan yang menggunakan konsep tiga pintu, pintu yang tengah tidak ditujukan sebagai pintu masuk dan pintu keluar karena memiliki makna sebagai 'pintunya Dewa'. Pintu yang ditujukan sebagai pintu masuk terdapat di kiri tuan rumah (kiri tempat klenteng menghadap), sebaliknya, pintu keluar terdapat di kanan tuan rumah (kanan tempat klenteng menghadap). Tuan rumah adalah penyebutan bagi dewa utama dari sebuah klenteng atau vihara.

Bagian luar didominasi warna merah, hijau dan kuning, sementara dindingnya dihiasi dengan relief lukisan dewa-dewa Tiongkok. Di tengah ketiga vihara itu terdapat patung Dewa Guan Gong menunggang kuda yang dipercaya bakal melindungi orang-orang yang masuk ke dalam bangunan ini. Jika ingin memasuki kompleks vihara, diwajibkan untuk minta izin kepada penjaga dan pengelola tempat. Selain itu, kita juga tidak boleh mengganggu orang yang sedang beribadah. Berkunjung ke kawasan ini cocok untukmu yang penasaran dengan budaya Tiongkok.



*translate*

The city of Bandung has an alluring Chinatown area that spreads from Jalan Banceuy to Jalan Kelenteng. The typical Chinese atmosphere is felt in this area. Moreover, the oldest monastery in Bandung is still standing there.

The oldest monastery is called Satya Budhi. This temple is located at Jalan Kelenteng Number 23A, in the same complex as two other monasteries, the Samudra Bhakti Temple and the Buddhist Vihara. These three monasteries are under the protection of the Satya Budhi Foundation.

The history of this monastery begins with ethnic Chinese who moved to Bandung after the Diponegoro war (1825-1830). The reason for the construction of this place is because apart from settling down and earning a living, ethnic Chinese need a place to gather and worship. The construction of this monastery was pioneered by captain Tan Yun Liong by raising funds from Buddhists and the community. Unmitigated, Tan Yun Liong brought architects and civil experts directly from China to build this place. Finally, in 1855, the Hiap Thian Kong Temple was officially established.

In 1965, there was a ban on the use of Chinese names in Indonesia. Therefore, this monastery changed its name to the Satya Budhi Temple. In addition, the use of the word pagoda was changed to vihara because the government's policy at that time did not recognize the existence of the Confucian religion. But currently, the Satya Budhi Temple is a place of worship for three religions, namely Taoism, Confucianism, and Buddhism.

In buildings that use the three-door concept, the middle door is not designated as the entrance and exit door because it has the meaning of 'God's door'. The door designated as the entrance is on the left of the host (left where the pagoda faces), conversely, the exit door is on the right of the host (right where the pagoda faces). Host is the mention of the main deity of a pagoda or monastery.

The exterior is dominated by red, green and yellow colors, while the walls are decorated with relief paintings of Chinese gods. In the middle of the three monasteries there is a statue of Lord Guan Gong riding a horse who is believed to protect those who enter this building. If you want to enter the monastery complex, you are required to ask permission from the guard and manager of the place. In addition, we also should not disturb people who are worshiping. Visiting this area is suitable for those of you who are curious about Chinese culture.

 

Sumber:

https://www.kompasiana.com/flutterdust/6360c09a08a8b5551e7e1862/ngaleut-di-kelenteng-satya-budhi-kota-bandung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klenteng Boen Tek Bio dan Tragedi 1998

Minggir-minggir, Game Ini Buat Orang PDKT Bukan Kaum Nolep