Arsitektur Unik Dari Klenteng Kuno, Klenteng Boen Tek Bio

 

Unique Architecture of the Ancient Temple, Boen Tek Bio Temple


sumber: google

Klenteng atau Kelenteng adalah sebutan untuk tempat ibadah masyarakat yang menganut kepercayaan tradisional Tionghoa. Di Indonesia penganut kepercayaan ini sering disamakan sebagai penganut agama Konghucu, maka klenteng kerap dianggap sama seperti tempat ibadah umat Konghucu. Namun, bagi masyarakat Tionghoa sendiri klenteng tidak hanya berarti sebagai tempat ibadah saja. Tapi klenteng juga dinilai memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan komunitas Tionghoa di masa lampau.

Seperti salah satu klenteng kuno yang berada di tengah perkampungan pecinan yang menjadi cikal bakal Kota Tangerang, Klenteng Boen Tek Bio.

Klenteng Beon Tek Bio adalah klenteng tertua di kawasan Pecinan, Kota Tangerang. Keberadaannya tak luput dari kedatangan orang-orang Tionghoa yang dikenal dengan sebutan “Cina Benteng”. Boen Tek Bio sendiri berasal dari bahasa Hokkian yang memiliki arti khusus. Boen berarti intelektual, Tek berarti kebajikan, dan Bio berarti tempat ibadah. Secara etimologi, Boen Tek Bio berarti tempat bagi umat manusia untuk menjadi insan yang penuh kebajikan dan intelektual.

Salah satu yang manarik pada klenteng ini adalah berbagai atribut di dalamnya. Mulai dari tempat sembahyang, hingga papan yang didatangkan langsung dari Tionghoa. Selain itu, klenteng ini tampak mecolok dengan dominasi warna merah terang. Pada bagian atap utamanya menampakkan sepasang naga yang mengapit mutiara menyala. Serta lampion-lampion merah yang digantung di langit-langit atap utama ini.

Jika kita masuk ke halaman depan yang berubin merah, kita akam langsung melihat dua patung singa dari batu andesit abu-abu. Patung ini biasa disebut Ciok Say ini berasal dari sumbangan tahun 1827. Dan di sisi kanan kiri halaman terdapat menara pembakaran kertas sembahyang bercat merah. Serta pedupaan atau hiolo utama yang menjadi center di klenteng ini. Pedupaan berwarna emas ini merupakan tempat pembakaran hio bagi Tuhan Yang Maha Esa (Dewa Langit). Dihias dengan ukiran naga, asap dari ujung hio yang terbakar dinilai jadi terlihat semakin indah. Sementara itu, bangunan utama klenteng ini sendiri terdiri dari ruang dewa utama yang di sekelilingnya terdapat serambi bagi dewa-dewi pendukung. Ada pula sebuah lonceng yang berasal dari cetakan perunggu utuh dengan nama Wende Miao dalam aksara mandarin yang dilebur di Tiongkok. Lonceng ini dibuat langsung oleh perusahaan pengecoran Ban Coan Lou pada tahun 1835 di China.

 

 

*translate*

Klenteng or Kelenteng is a place of worship for people who adhere to traditional Chinese beliefs. In Indonesia, adherents of this belief are often equated with adherents of the Confucian religion, so pagodas are often considered the same as Confucian places of worship. However, for the Chinese community, pagoda does not only mean as a place of worship. But pagoda is also considered to have a very big role in the life of the Chinese community in the past.

Like one of the ancient pagodas in the middle of the Chinatown settlement which became the forerunner of the City of Tangerang, the Boen Tek Bio Temple.

Beon Tek Bio Temple is the oldest temple in the Chinatown area, Tangerang City. Its existence was not spared from the arrival of Chinese people who were known as “Cina Benteng”. Boen Tek Bio itself comes from the Hokkien language which has a special meaning. Boen means intellectual, Tek means virtue, and Bio means place of worship. Etymologically, Boen Tek Bio means a place for human beings to become benevolent and intellectual beings.

One of the highlights of this pagoda is the various attributes in it. Starting from the place of prayer, to the boards that were imported directly from China. Apart from that, this pagoda looks striking with the dominance of the bright red color. On the main roof, there is a pair of dragons flanking the flaming pearls. As well as red lanterns hanging from the ceiling of this main roof.

If we enter the front yard which is red tiled, we will immediately see two lion statues made of gray andesite stone. This statue, commonly called Ciok Say, comes from a donation in 1827. And on the right and left of the courtyard there is a tower of burning prayer paper painted red. As well as the main incense burner or incense which is the center of this pagoda. This golden incense burner is a place where incense is burned for God Almighty (God of Heaven). Decorated with dragon carvings, the smoke from the tip of the burning incense is judged to look even more beautiful. Meanwhile, the main building of this pagoda itself consists of the main divine room surrounded by a porch for supporting deities. There is also a bell that comes from a solid bronze mold with the name Wende Miao in Chinese characters melted down in China. This bell was made directly by the Ban Coan Lou foundry in 1835 in China.

 

(Teknik Observasi)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berada di Kawasan Pecinan di Bandung, Inilah Vihara Satya Budi

Klenteng Boen Tek Bio dan Tragedi 1998

Minggir-minggir, Game Ini Buat Orang PDKT Bukan Kaum Nolep