Klenteng Tertua dan Multikultural, Klenteng Kim Tek Le

 The Oldest and Multicultural Temple, Kim Tek Le Temple

sumber: google


Julukan klenteng tertua di Jakarta ini memang ditujukan untuk Klenteng Kim Tek Le karena tercatat sudah dibangun pada tahun 1650 oleh seorang Letnan Tionghoa bernama Kwee Hoen. Berlokasi di Petak Sembilan, Glodok. Klenteng ini juga biasa disebut Klenteng Petak Sembilan atau Vihara Dharma Bhakti.

Berdasarkan keterangan pengurus. Nama Klenteng Kim Tek Le sendiri sebenarnya adalah nama lama yang kini diubah menjadi Jin De Yuan. Sedangkan nama Vihara Dharma Bhakti sendiri diangkat karena ingin adanya unsur Indonesia dalam nama klenteng ini.

“Jadi ada dua versi, Chinese dan Indonesia. Kalau Chinese namanya Jin De Yuan dan Indonesia-nya ya Vihara Dharma Bhakti,” ujar Hanny salah satu pengurus di klenteng ini. Namun entah bagaimana masyarakat bahkan media masa masih sering menyebutnya Klenteng Kim Tek Le.

Yang manarik dari klenteng ini adalah bagaimana klenteng ini tidak memuja secara khusus satu agama atau aliran. Dikenal sebagai klenteng yang multikultur, aliran atau agama seperti Tao, Buddha, dan Konghucu dapat sembahyang di klenteng ini. Hal ini juga jelas tertulis pada Papan Pujian yang tergantung di ruang utama. Serta ada syair yang terpasang di bagian kanan dan kiri pintu dalam klenteng yang berarti:

Pedupaan mas megepulkan kebahagiaan, semua tempat terbuka, demikian pula dengan alam Dharma. Gerbang kebajikan menampakan atmosfer kejayaan yang menyebar luas di alam manusia.

Dalam wawancaranya, Hanny juga menjelaskan bahwa kegiatan rutin yang dilaksanakan selain kegiatan beribadah adalah perayaan hari-hari besar keagamaan. Seperti Cap Go Meh dan Imlek, serta Hari Rupang.

“Di Hari Rupang itu kita merayakan kebangkitan dari patung itu sendiri,”jelas Hanny.

Jika di Vihara hanya ada patung Buddha. Maka di klenteng ini terdapat juga patung dewa-dewi seperti Shakyamuni (Buddha), Guanyin, Bodhidharma, Maitreya, Delapan Belas Arhat, Guanyu, San Yuan, Xuan Tian Shang Di, Cheng Huang Ye, Fu-de Zheng-shen, Xuan Tan Gong, Mazu, Hua Gong Hua Po, Qing Shui Yan, Can Kui Zu Shi, Cai Shen Ye, dan Mba Djugo. Dengan total 81 rupang.

Di klenteng ini juga biasa melakukan kegiatan donasi beras untuk warga-warga sekitar setiap tiga bulan sekali.

Hanny juga menjelaskan alasan banyaknya para penyembahyang yang datang karena klenteng ini dikenal sebagai klenteng yang paling lama di daerah tersebut, bahkan di Indonesia. Biasanya juga pada satu hari sebelum perayaan Imlek, banyak penyembahyang yang datang dari luar Jakarta datang dan berdoa. Karena diangap sudah tradisi dan rasa spiritual yang dinilai lebih dalam di kelnteng ini.

 

 

*translate*

The nickname of the oldest pagoda in Jakarta is intended for the Kim Tek Le Pagoda because it was recorded as having been built in 1650 by a Chinese lieutenant named Kwee Hoen. Located in Petak Sembilan, Glodok. This temple is also commonly called the Nine Petak Temple or the Dharma Bhakti Temple.

Based on the manager's statement. The name of Kim Tek Le Temple itself is actually the old name which has now been changed to Jin De Yuan. Meanwhile, the name Vihara Dharma Bhakti itself was appointed because we wanted an Indonesian element in the name of this pagoda.

"So there are two versions, Chinese and Indonesian. For Chinese, the name is Jin De Yuan and for Indonesia, it's Vihara Dharma Bhakti," said Hanny, one of the administrators at this temple. But somehow the public and even the mass media still often call it the Kim Tek Le Temple.

What's interesting about this pagoda is how it does not specifically worship one religion or sect. Known as a multicultural pagoda, sects or religions such as Taoism, Buddhism and Confucianism can pray at this pagoda. This is also clearly written on the Praise Board hanging in the main hall. As well as there are poems installed on the right and left of the door in the pagoda which means:

The gold censer puffs with happiness, all places are open, so is the Dharma realm. The gate of virtue displays an atmosphere of glory that pervades the human realm.

In his interview, Hanny also explained that routine activities carried out apart from worship activities are the celebration of religious holidays. Such as Cap Go Meh and Chinese New Year, as well as Rupang Day.

"On Rupang Day we celebrate the resurrection of the statue itself," explained Hanny.

If in the Vihara there is only a Buddha statue. So in this pagoda there are also statues of gods such as Shakyamuni (Buddha), Guanyin, Bodhidharma, Maitreya, Delapan Belas Arhat, Guanyu, San Yuan, Xuan Tian Shang Di, Cheng Huang Ye, Fu-de Zheng-shen, Xuan Tan Gong, Mazu, Hua Gong Hua Po, Qing Shui Yan, Can Kui Zu Shi, Cai Shen Ye, dan Mba Djugo. With a total of 81 statues.

In this pagoda, it is also customary to carry out rice donation activities for local residents once every three months.

Hanny also explained the reason for the large number of worshipers coming because this pagoda is known as the oldest pagoda in the area, even in Indonesia. Usually also on the day before Chinese New Year celebrations, many worshipers who come from outside Jakarta come and pray. Because it is considered a tradition and a spiritual sense that is valued deeper in this temple.

 

(Teknik Wawancara)


sumber: dokumentasi pribadi
(Hanny, pengurus klenteng)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berada di Kawasan Pecinan di Bandung, Inilah Vihara Satya Budi

Klenteng Boen Tek Bio dan Tragedi 1998

Minggir-minggir, Game Ini Buat Orang PDKT Bukan Kaum Nolep