Klenteng Penyimpan Seribu Sejarah, Klenteng Cu An Kiong

 Temple of a Thousand History, Cu An Kiong Temple

sumber: google

Dibangun dengan sentuhan seni tinggi, Klenteng Cu An Kiong tampak kokoh walau telah berusia ratusan tahun. Tak ada catatan pasti kapan klenteng ini dibangun. Penjarahan oleh tentara Belanda pada masa penjajahan diyakini turut menghilangkan bukti sejarah tersebut.

Menurut seorang bio kong atau penjaga klenteng disini, klenteng ini diperkirakan sudah dibangun sekitar abad ke-16 oleh orang-orang China yang berlabu di Lasem. Tak ada yang berubah dari bangunan klenteng tua ini. Hanya penambah ruangan pada sisi depan, kanan, dan kiri bangunan sebagai pelengkap. Renovasi juga tercatat hanya dilakukan sekali pada tahun 1838 untuk meninggikan lantai agar air banjir tidak masuk ke dalam klenteng ini. Hal ini dilakukan mengingat letak kleteng yang berdiri tempat di depan sungai Lasem.

Menurut sejarah, dulunya daerah Lasem merupakan hutan jati yang lebat. Maka tak heran jika material bangunan klenteng ini bukan menggunakan kayu pada kapal dari pendatang China, melainkan memakai kayu jati yang saat itu banyak tumbuh di daerah Lasem. Orang-orang Tionghoa lah yang diyakini membuka desa pertama kali di tempat berdirinya klenteng ini. Lalu penduduk mulau berdatangan untuk tinggal disana, hingga akhirnya Belanda datang menjajah. Diyakini klenteng ini dibangun oleh orang Tionghoa yang pertama kali mendarat di Lasem. Karena telah diberikan keselamatan selama berada di lautan, maka dengan senang hati mereka membangun klenteng sebagai tempat pemujaan Thian Siang Seng Bo atau Dewi Samudera.

Sebagai tanda sudah akrabnya masyarakat Tionghoa dengan pribumi. Pada setiap hari ulang Thian Siang Seng, yang jatuh bersamaan dengan hari ulang tahun klenteng, yaitu pada tanggal 23 bulan 3 di penanggalan China. Klenteng akan erayakannya dengan menggelar sejumlah pagelaran seperti wayang kulit, klonengan, dan gamelan.

Menurut sejarah yang ada di museum di Den Hag, Belanda, klenteng ini tercatat dibangun pada tahun 1477. Banyak yang mengatakan bahwa catatan sejarah tentang klenteng di Jawa ini cukup lengkap di Den Hag. Maka banyak yang berasumsi bahwa catatan tentang klenteng ini dicuri oleh Belanda pada masa penjajahan dulu.

Tak hanya pada masa penjajahan Belanda klenteng Cu An Kiong diusik. Pada saat Jepang berkuasa pun klenteng juga diusik keberadaannya. Dulu, menurut Gondar, sungai di depan klenteng sangat luas dan dalam. Banyak rumah penduduk etnis Tionghoa di sepanjang aliran sungai itu. Namun, demi kepentingan jalan bagi kebutuhan pengangkut kayu tentara Jepang, akhirnya banyak rumah warga yang dihancurkan dan akses ke klenteng dipenuhi kayu-kayu.

 

 

 

*translate*

Built with a high artistic touch, the Cu An Kiong Temple looks sturdy even though it is hundreds of years old. There is no definite record of when this pagoda was built. Looting by the Dutch army during the colonial period is believed to have contributed to the loss of this historical evidence.

According to a bio kong or pagoda keeper here, this pagoda is estimated to have been built around the 16th century by Chinese people based in Lasem. Nothing has changed from this old temple building. Only room additions on the front, right and left sides of the building as a complement. It was also recorded that renovations were only carried out once in 1838 to raise the floor so that flood water would not enter the temple. This is done considering the location of the pagoda which stands in front of the Lasem river.

Historically, the Lasem area used to be a dense teak forest. So it's not surprising that the building material for this pagoda did not use wood on ships from Chinese immigrants, but instead used teak wood, which at that time was growing a lot in the Lasem area. It is the Chinese people who are believed to have opened the first village where this pagoda was built. Then residents started arriving to live there, until finally the Dutch came to colonize. It is believed that this pagoda was built by the Chinese who first landed in Lasem. Because they were given safety while at sea, they were happy to build a temple as a place to worship Thian Siang Seng Bo or the Goddess of the Ocean.

As a sign that the Chinese people are already familiar with the natives. On every Thian Siang Seng birthday, which coincides with the pagoda's birthday, which is on the 23rd of the 3rd month in the Chinese calendar. The pagoda will celebrate it by holding a number of performances such as shadow puppets, klonengan and gamelan.

According to the history in the museum in The Hague, Netherlands, this pagoda was recorded as having been built in 1477. Many say that the historical records about this pagoda in Java are quite complete in The Hague. So many assume that the records about this pagoda were stolen by the Dutch during the colonial period.

Not only during the Dutch colonial period, the Cu An Kiong pagoda was disturbed. When the Japanese came to power, the existence of pagodas was disturbed. In the past, according to Gondar, the river in front of the pagoda was very wide and deep. There are many ethnic Chinese houses along the river. However, for the sake of roads for the needs of the Japanese army's wood transporters, in the end many residents' houses were destroyed and the access to the pagoda was filled with wood.

 

Sumber:

https://visitjawatengah.jatengprov.go.id/id/regency/kabupaten-rembang/destinasi-wisata/klenteng-cu-an-kiong

https://www.merdeka.com/jateng/tertua-di-pulau-jawa-ini-pesona-kemegahan-kelenteng-cu-an-kiong-di-lasem.html


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klenteng Boen Tek Bio dan Tragedi 1998

Minggir-minggir, Game Ini Buat Orang PDKT Bukan Kaum Nolep

Klenteng Dengan Ikon Jembatan Ampera, Klenteng Dewi Kwan Im