Tertua di Tangerang dan Menjadi Simbol Toleransi Umat Beragama, Klenteng Boen San Bio

 The Oldest in Tangerang and a Symbol of Religious Tolerance, the Boen San Bio Temple

sumber : google


Perkembangan etnis Tionghoa di Tangerang, tak lepas dari sejarah di masa lampau. Berkembangnya etnis Tionghoa ini dapat dilihat dari banyaknya klenteng di Tangerang. Bahkan ada klenteng yang usianya ratusan tahun, salah satunya adalah Klenteng Boen San Bio.

Keunikan dari Klenteng Boen San Bio adalah dari segi sejarahnya. Klenteng yang terletak di Jalan Karel Sadsuitubun No. 43, Pasar Baru, Kota Tangerang, Banten, ini merupakan salah satu klenteng tertua di Tangerang. Klenteng ini didirikan pada tahun 1689 dan ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya Kota Tangerang.

Awalnya klenteng ini dibangun oleh pedagang Tiongkok yang bernama Lim Tau Koen atas dasar keperluan ibadah para pedagang China yang datang ke Nusantara, serta sebagai tempat untuk menempatkan patung Dewa Bumi (Kim Sin Khongco Hok Tek Tjeng Sin) yang dibawa oleh pedagang tersebut dari Banten. Secara harfiah, Boen San Bio berarti kebajikan setinggi gunung.

Klenteng Boen San Bio yang kini berdiri megah di atas lahan seluas 4.650 meter persegi itu awal dibangun hanya dari bambu dan kayu dengan dinding dari gedek sementera, sedangkan atapnya terbuat dari daun rumbia. Seiring berjalannya waktu, Klenteng Boen San Bio mengalami beberapa kali renovasi dan pemugaran. Pada tahun 1972, dibentuk Yayasan Vihara Nimmala Boen San Bio. Hal menarik lainnya dari klenteng ini adalah adanya petilasan seorang tokoh penyebar agama Islam di Jawa Barat, yaitu Raden Surya Kencana dan istrinya. Semula, petilasan tersebut berada di bagian depan klenteng. Namun karena bagian depan klenteng terkena dampak pelebaran jalan, petilasan tersebut pun dipindah ke bagian dalam.

Kehadiran Klenteng Boen San Bio juga merupakan simbol keragaman dan toleransi umat beragama. Karena yang datang ke klenteng itu tidak hanya umat klenteng saja untuk sembahyang di petilasan tersebut, tetapi juga banyak umat Islam yang datang ke Klenteng Boen San Bio untuk berziarah ke petilasan Raden Surya Kencana dan istrinya. Di setiap hari besar agama Islam, Yayasan Vihara Nimmala juga selalu mengadakan syukuran. Tidak hanya itu saja, di sebelah kiri Klenteng Boen San Bio juga terdapa Pura, tempat ibadah umat Hindu, dan di belakang klenteng ini, kurang lebih sekitar 200 meter terdapat masjid.

 

 

*translate*

The development of ethnic Chinese in Tangerang cannot be separated from history in the past. The development of the Chinese ethnicity can be seen from the many pagodas in Tangerang. There are even temples that are hundreds of years old, one of which is the Boen San Bio Temple.

The uniqueness of the Boen San Bio Temple is in terms of its history. The temple is located on Jalan Karel Sadsitubun No. 43, Pasar Baru, Tangerang City, Banten, this is one of the oldest pagodas in Tangerang. This temple was founded in 1689 and designated as one of the cultural heritages of the City of Tangerang.

Initially this pagoda was built by a Chinese merchant named Lim Tau Koen on the basis of the religious needs of Chinese traders who came to the archipelago, as well as a place to place a statue of the God of the Earth (Kim Sin Khongco Hok Tek Tjeng Sin) brought by the merchant from Banten. Literally, Boen San Bio means virtue as high as a mountain.

The Boen San Bio Temple, which now stands majestically on an area of 4,650 square meters, was originally built of only bamboo and wood with walls made of cementa stucco, while the roof is made of thatch leaves. Over time, the Boen San Bio Temple underwent several renovations and restorations. In 1972, the Nimmala Boen San Bio Vihara Foundation was formed. Another interesting thing about this pagoda is the remains of a figure who propagated Islam in West Java, namely Raden Surya Kencana and his wife. Originally, the petilasan was at the front of the pagoda. However, because the front of the pagoda was affected by the widening of the road, the petilasan was moved to the inside.

The presence of the Boen San Bio Temple is also a symbol of religious diversity and tolerance. Because those who come to the temple are not only the people of the temple to pray at the shrine, but also many Muslims who come to the Boen San Bio Temple to make a pilgrimage to the shrine of Raden Surya Kencana and his wife. On every Islamic holiday, the Nimmala Vihara Foundation also always holds a thanksgiving ceremony. Not only that, to the left of the Boen San Bio Temple there is also a temple, a place of worship for Hindus, and behind this temple, approximately 200 meters, there is a mosque.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berada di Kawasan Pecinan di Bandung, Inilah Vihara Satya Budi

Mengenal Ciri Khas Arsitektur Klenteng

Mengenal Sejarah Klenteng di Indonesia